Adapun yang cukup menarik bagi saya adalah penamaan tembang-tembang jawa itu di racik sedemikian rupa menurut perkembangan hidup manusia. Dan ternyata Imam al-Ghazali juga membuat simbolik-simbolik serupa dalam urutan nomor di kitab beliau, Ihya' Ulumuddin. Wah ini sungguh menarik sekali, dan jenius.
Menurut penuturan Gus Ulil, yang tekenal dengan kajian tematiknya, kitab Ihya' Ulumuddin. Menerangkan bahwa kitab Ihya' itu terbagi menjadi 4 perempatan atau 4 jilid atau 4 rubu'. 1 perempatan berisikan 10 kitab. Jadi total 4 rubu', adalah 40 kitab. Konon katanya, angka 40 dalam sejarah ketuhanan adalah angka yang cukup sakral.
Dalam hal ini, Gus Ulil menerangkan letak semboliknya itu memisalkan pada kitab ke 21 , yaitu kitab ngajaibul qalb (keajaiban hati). Karena pada umur itu kata gus Ulil, manusia mulai menanyakan siapa dirinya (who am I). Lalu kitab nomor 22, yaitu kitab Bahaya nafsu. Dan terakhir, 40, ditutup dengan kitab mengingat mati. Kata gus ulil, turning point-nya manusia itu ya di umur 40 itu. Jika baik ya akan baik seterusnya sampai mati. Jika buruk yang buruk seterusnya sampai mati.
Sementara pada dimensi yang lain, tembang jawa juga demikian halnya. Adapun macam tembangnya yaitu: (1) Mijil; (2) Kinanthi; (3) Sinom; (4) Asmaradana; (5) Dhandanggula; (6) Maskumambang; (7) Durma; (8) Pangkur; dan (9) Pocung.
Kehidupan manusia dimulai dari lahir (mijil) dan dilanjutkan pada masa kanak-kanak yang masih dibimbing atau digandeng (kinanthi) orang tua. Selanjutnya tahapan masa muda (sinom) dan mengenal asmara (asmaradana). Pada tahapan selanjutnya, orang akan merancang kehidupan yang baik, manis, indah, sejahtera (dhandanggula). Pada perkembangan selanjutnya, orang sudah memikirkan kebaikan atau keutamaan, namun belum mengendap (maskumambang). Perkembangan selanjutnya orang memasuki masa tua, yang seharusnya mundur dari ma lima (durma). Tahapan selanjutnya ditandai dengan sikap yang menghindari (nyimpang) dan mengesampingkan atau membelakangi (mungkur) berbagai urusan duniawi (pangkur). Kehidupan manusia akan berakhir dengan kematian dan kemudian dikafani (pocung).
Ternyata kebudayaan jawa itu sangat filosofis sekali, tak kalah dengan filsafat Barat dan Timur yang sering di kaji oleh para akademisi.
Menurut penuturan Gus Ulil, yang tekenal dengan kajian tematiknya, kitab Ihya' Ulumuddin. Menerangkan bahwa kitab Ihya' itu terbagi menjadi 4 perempatan atau 4 jilid atau 4 rubu'. 1 perempatan berisikan 10 kitab. Jadi total 4 rubu', adalah 40 kitab. Konon katanya, angka 40 dalam sejarah ketuhanan adalah angka yang cukup sakral.
Dalam hal ini, Gus Ulil menerangkan letak semboliknya itu memisalkan pada kitab ke 21 , yaitu kitab ngajaibul qalb (keajaiban hati). Karena pada umur itu kata gus Ulil, manusia mulai menanyakan siapa dirinya (who am I). Lalu kitab nomor 22, yaitu kitab Bahaya nafsu. Dan terakhir, 40, ditutup dengan kitab mengingat mati. Kata gus ulil, turning point-nya manusia itu ya di umur 40 itu. Jika baik ya akan baik seterusnya sampai mati. Jika buruk yang buruk seterusnya sampai mati.
Sementara pada dimensi yang lain, tembang jawa juga demikian halnya. Adapun macam tembangnya yaitu: (1) Mijil; (2) Kinanthi; (3) Sinom; (4) Asmaradana; (5) Dhandanggula; (6) Maskumambang; (7) Durma; (8) Pangkur; dan (9) Pocung.
Kehidupan manusia dimulai dari lahir (mijil) dan dilanjutkan pada masa kanak-kanak yang masih dibimbing atau digandeng (kinanthi) orang tua. Selanjutnya tahapan masa muda (sinom) dan mengenal asmara (asmaradana). Pada tahapan selanjutnya, orang akan merancang kehidupan yang baik, manis, indah, sejahtera (dhandanggula). Pada perkembangan selanjutnya, orang sudah memikirkan kebaikan atau keutamaan, namun belum mengendap (maskumambang). Perkembangan selanjutnya orang memasuki masa tua, yang seharusnya mundur dari ma lima (durma). Tahapan selanjutnya ditandai dengan sikap yang menghindari (nyimpang) dan mengesampingkan atau membelakangi (mungkur) berbagai urusan duniawi (pangkur). Kehidupan manusia akan berakhir dengan kematian dan kemudian dikafani (pocung).
Ternyata kebudayaan jawa itu sangat filosofis sekali, tak kalah dengan filsafat Barat dan Timur yang sering di kaji oleh para akademisi.
Komentar
Posting Komentar
Say salam and comments politely