Langsung ke konten utama

Catatan kecil (KKSTJA: 55-56) Part I

Diambil dari: Pinterest

Bismillahirrahmanirrahim.. 

Dawuhnya mbahyai Ihsan Jampes[1], semua orang itu bisa makan pagi dan bisa makan sore. Jadi secara umum, Gusti Allah telah menjamin urusan makan untuk seluruh makhluknya. Jika di Utopia dikatakan kok mengalami kelaparan? itu karena azhabnya Gusti Allah. Padahal dulu disana memiliki tanah yang sangat subur. Karena disana tidak ada yang taat lagi, maka Gusti Allah menurunkan azhab tersebut dan akan kembali seperti semula jika Gusti Allah telah mencabut azhabnya. Katanya mbahyai Ihsan, semua itu telah terbukti selama 30 tahun, 40 tahun, atau bahkan 50 tahun semua makhluknya bisa makan pagi dan sore. Dan orang yang kelaparan itu adalah orang yang anyih-anyih[2] terhadap makanan, seperti hanya ada tempe tapi ingin ayam dan seterusnya.

Jika ingin menuju makrifat kepada Gusti Allah, maka bertawakkallah. Dalam kitab Taurat juga dikatakan bahwa Malngunun min tsiqatuhu insanun mistluhu, maksudnya adalah dilaknat oleh Gusti Allah atau tidak diberi rahmat manusia yang percaya hanya kepada manusia yang lainnya, akan tetapi tidak percaya kepada Gusti Allah.

Namun disini, tawakkal bukan untuk los-losan[3]. Termasuk orang yang bodoh bertumpuk-tumpuk adalah orang yang hanya bertawakkal tanpa ikhtiar. Dawuhnya Kanjeng Nabi, orang yang beribadah dengan tekun, maka rizkinya akan selalu dicukupi oleh Gusti Allah Subhanahu Wata’ala. Seperti para Kiai dulu yang tidak bekerja sama sekali akan tetapi mendapat rizki yang tidak tahu dari mana arahnya, min khaitsu laa yakhtasib. Sementara orang yang sibuk bekerja dari siang hingga malam tanpa beribadah, maka Gusti Allah angkat tangan dan dipasrahkan kepada dunianya sendiri.

Dulu pernah pada tahun 90-an di Lirboyo, disurvei oleh para orang terpelajar untuk kebenaran hadits tersebut yang mengatakan santri tidak memiliki masa depan, tidak memiliki penghasilan dan sebagainya itu. Ternyata setelah disurvei keseluruh Indonesai hasilnya adalah 80% orang yang hidupnya ayem tentrem dan kaya adalah dari kalangan santri dan 20% berikutnya adalah dari kalang yang sibuk bekerja siang dan malam.

Doanya Kiai Mushonif agar kita diberi kekuatan tawakkal kepada Gusti Allah itu begini orang yang ditakdir mau berdo’a kepada Gusti Allah, maka berarti orang tersebut juga ditakdir untuk di ijabahi do’anya. Logikanya adalah orang yang tidak mau bekerja, maka mau kaya dari mana?. Dan jika ditakdir untuk bekerja, maka ada juga kesempatan untuk bisa kaya. Mpun supe[4], Gusti Allah juga memiliki sifat jawaz[5] dan sifat jawaznya itu dapat mengalahkan takdirnya sendiri. Syekh Ibrahim ad-Dasuqi[6] mengatakan, kalau ada orang yang ahli dzikir sungguhan disuatu daerah, maka tidak akan datang wabah, balak atau bencana pada daerah tersebut. Maka dari itu yang terpenting adalah ahli dzikir dan tawakkal akan mengikutinya. Orang yang tawakkal belum tentu ahli dzikir, akan tetapi orang yang ahli dzikir sudah tentu tawakkal.

Dulu pernah ada cerita dari kalangan jin, bahwa pernah ada jin yang tidak sadarkan diri dan gila. Setelah ditelusuri ternyata jin tersebut mendekati pak Kiai itu yang ahli dzikir.

Cara kedua untuk dapat wusul kepada Gusti Allah adalah hilangkanlah rasa penuh khawatir. Orang yang penuh dengan rasa khawatir, maka hidupnya tidak akan tenang dan susah baik didunia apalagi di akhirat nanti yakni di zaman mustakbal. Jika ingin hidupnya tenang maka hilangkanlah rasa khawatir, pasrahkan saja semuanya hanya kepada Gusti Allah. Cara ketiga agar wusul kepada Gusti Allah adalah sabar.

Ada empat tingkatan rizki dari yang terendah rendah hingga yang paling tinggi diantara adalah pertama rizki harta kekayaan yang merupakan rizki yang paling rendah, kedua adalah rizki badan sehat walafiat, ketiga rizki diberi anak sholih, dan kempat adalah rizki ridhanya Gusti Allah.

Jadi jika ingin cepat wusul kepada Gusti Allah adalah harus sabar, sabar itu adalah mengajak nafsu untuk menanggung beratnya ibadah. Dan apabila nafsu itu merasa nyaman dengan ibadahnya maka itulah yang disebut sabar. Dan sabar ketika tertimpa musibah, seperti yang terjadi saat ini adalah wabah corona. Dan yang paling berat adalah sabar atas tidak melakukan maksiat.

Jadi jika ingin seuatu dalam hal apapun adalah sabar, baik dari segi masksiat maupun dari segi ibadah. Pengertian sabar menurut ulama arif billah adalah orang yang melakukan alquran an hadisnya. Salah satu pengertian ulama’ arif billah adalah ketika mendapat billah apapun adalah tetap sabar dengan cara tetap bertatakrama kepada Gusti Allah. Menurut satu pendapat sabar itu adalah sabar ketika diberi kaya, miskin, pinter, bodoh dan lain sebagainya.

Adapun jenisnya sabar tapi tidak merubah sifat sabarnya adalah wajhu syakwan. Yakni hanya wadul, seperti kisah sabarnya Nabi Ayub yang ditimpa musibah diantaranya adalah tertimpa penyakit selam 18 tahun, mulai dari ketampanannya hilang dan kekayaannya diambil satu persatu hingga anaknya yang 12 atau 10 dalam suatu riwayat mati semua. Semua kaumnya pun meninggakan ajarannya kecuali tiga orang yaitu istrinya dan dua orang saudara kandungnya.

Dalam sakitnya tersebut Nabi Ayub hanya wadul kepada Guti Allah Massaniya Dhurri, Gusti kulo sakit. Kemudian Gusti Allah menyuruh untuk menghentakkan kakinya ketanah maka dari situ muncullah sumber air dan Nabi Ayub diperintahkan mandi di air tersebut. Akhirnya semua yang telah diambil oleh Gusti Allah dikembalikan semuanya, mulai dari ketampanannya, hartanya dan juga pula anak-anaknya, namun tidak dengan sekali jadi, melainkan berproses sedikit-demi sedikit.

Menurut hujjatul Islam[7], satu-satunya jalan untuk mengetahui hakikatnya ibadah untuk dapat wusul kepada Guti Allah adalah betah sabar atas segala hal apapun. Karena dawuhnya Gusti Allah yang telah di Nash adalah Innallaha manga shobirin.

 

Alhamdulillahirabbil ‘Alamin...



[1] Syekh Ihsan ibn Dahlan al-Jamfasi al-Kadiri al-Jawi (w. 1952) adalah seorang ulama nusantara asal Jampes, Kediri, Jawa Timur yang mengarang kitab “Sirajut Thalibin” yang merupakan komentar dan syarah (penjelasan) atas kitab Tasawuf “Minhajul ‘Abidin” karangan Hujjah al-Islam al-Imam al-Ghazali.

[2] Pilih-pilih  

[3] Tidak mengenal aturan  

[4] Jangan lupa.

[5] Fi’lu kulli mumkinin aw tarkuhu, berwenang atas segala sesuatu.

[6] Syekh Ibrahim ad-Dasuqi adalah wali Quthub yang keempat dan yang terakhir setelah Syekh Ahmad al-Badawi, Syekh Ahmad ar-Rifa’i dan Syekh Abdul Qadir al-Jailani seperti yang telah diyakini oleh ulama tasawuf seperti Syekh Mahmud al-Garbawi dalam kitabnya al-Ayatuzzahirah fi Manaqib al-Awliya’ wal-Aqthab al-Arba’ah.

[7] Imam al-Ghazali

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ini Kisah Kita

  _ Mungkin hari itu menjadi hari yang lebih indah ketimbang merekahnya mawar menyambut pagi, lebih indah ketimbang lautan saat fajar, dan lebih indah ketimbang langit yang meredup saat senja tiba. Hari itu pula yang akan mengawali kisah panjang kita yang akan ada banyak cerita-cerita yang akan kita tuliskan dilembaran-lembaran kosong; diceritakan pada alam semesta; dan melangitnya doa-doa disepanjang malam. Keyakinan ini menjadi modal utama yang kita pegang demi mengawali cerita ini sampai akhir nanti. _ by: M.H & K.N

Teman Sejati

Pernah suatu ketika saat menyusuri jalanan kota. Batinku bercengkrama dalam suasana keramaian kendara. Terlintas dalam benakku sebab aku mulai menyukai aktifitas baruku. Ya, membaca dan buku adalah kegemaran baruku. Aku berpuitik dalam hati, " Temanku adalah buku; pacarku adalah bacaan; istriku adalah ilmu; dan anak-anakku adalah tulisan-tulisanku". Begitulah kira-kira selarik puitik yang muncul kala itu. Krian, 15 Maret 2022.

Hidup

Hidup ini terlalu singkat. Sesingkat obrolan kita di waktu petang kala itu. Namun, kesingkatan ini telah memberi makna. Bahwa, hidup adalah tentang ingatan-ingatan yang menggenangi sanubari. Ingatan yang tak mudah lekang dibawah teriknya cahaya matahari. Kata orang bijak, jika kalian menyibukkan dengan hal-hal baik. Hari itu yang sebenarnya 24 jam, berganti dengan waktu yang tak selama meminum secangkir kopi di pagi hari yang indah besari. Krian, 8 Maret 2022.