
Diambil dari: Pinterest
Bismillahirrahmanirrahim..
Dawuhnya Imam al-Ghazali, dicontohkan ketika
musim kemarau yang panas sekali, ada rumah yang sejuk (adem). Sementara ada
rumah lain akan tetapi tidak mencukupi untuk berlindung dari panasnya sinarnya
matahari. Dalam hal ini kata Imam al-Ghazali hanya ada dua pertanyaan yaitu: Apakah
menolong mereka dengan cara memasukkan semuanya kerumah kita yang dingin atau
membiarkan mereka kepanasan yang penting kita selamat dari panasnya sinar
matahari ?
Dalam peristiwa ini merupakan suatu hal membingungkan.
Jika menolong mereka, akan tetapi rumah kita yang sejuk itu tidak mampu
menampung semua orang yang kepanasan. Dan jika tidak menolong dan hanya mementingkan
diri kita sendiri yang penting kita selamat, maka ya tidak enak di hatinya. Jadi
disini seolah-olah serba salah hanya kerena perkara dunia saja yakni panasnya
sinar matahari di kala musim kemarau yang sangat panas.
Jadi maksudnya, jika hanya perkara panasnya
matahari saja kita mau menyelamatkan mereka, akan tetapi jika masalah panasnya
Neraka kita tidak memperdulikan mereka. Jika kita menuruti para manusia itu,
maka kita berarti masih menuruti hawa nafsu dan artinya tidak mempercayai Gusti
Allah dalam artian bermaksiat kepada-Nya. Karena hanya perkara panasnya
matahari saja kita gelisah dan serba salah, akan tetapi untuk masalah panasanya
api Neraka malah biasa-biasa saja.
Contoh gampangnya adalah ketika ada majelis rasan-rasan
kita malah membiarkannya. Padahal seharusnya kita mengingatkan mereka bahwa
mereka telah berbuat dosa dan jika tidak berani mengingatkan, maka tidak perlu
mendengarkan majelis rasan-rasan tersebut. Jadi majelis rasan-rasan
tersebut hanya cukup sampai di situ saja, artinya tidak menyampaikan ke yang
lainnya. Akan tetapi jika malah sebaliknya, maka berarti kita masih terbawa
oleh hawa nafsu dan dikalahkan oleh Syetan.
Dawuhnya Imam al-Ghazali, kita tinggal
menang-menangan antara jadi temannya Syetan atau jadi temannya Malaikat. Perlu
diketahui bahwa Syetan dan malaikat tidak pernah lepas dari hati kita, yakni
selama masih menjadi orang yang mukmin. Jika jelas-jelas kafir, maka hanya satu
saja temannya yaitu Syetan saja. Jika hati kita telah dikuasai oleh malaikat,
maka berarti otomatis menjadi temannya Malaikat.
Syetan pasti berkata di dada kita bahwa sesungguhnya
Gusti Allah adalah Dzat ingkang Maha Welas Asih, umurmu masih panjang,
maka nanti saja taubatnya. Kenyataannya adalah orang yang demikian tetap saja pada
perbuatan maksiatnya dan tidak mau berbenah diri.
Semua itu sudah ditakdir oleh Allah sejak
zaman azali, min khozail ghaib. Walaupun taat dan maksiat sudah ditakdir
sejak zaman azali. Akan tetapi, perkara ghaib ini bisa nyata karena ada alamatnya
(tanda) didunia ini dan semua itu pasti ada sebab-sebabnya, min kholiqun nar
wa min kholiqun jannah. Orang yang ditakdir demikian, bisa diketahui
melalui alamat temannya yang apakah yang buruk-buruk ataukah temannya yang
baik-baik.
Dawuhnya Gusti Allah, janji-janji Syetan
tentang taubat dan angen-angen syetan tentang pengampunan Gusti Allah,
Itu adalah rekodoyone Syetan.
Semua itu adalah takdir qodho’, qodar dan
hukumnya Gusti Allah. Akan tetapi manusia diberi waktu untuk angen-angen supaya
berpikir sedang cenderung kemana dirinya. Jika tetap saja, maka akan dibuka
alamatnya bahwa orang itu adalah ahli Nar atau ahli Jannah.
Dan orang yang ditakdir Oleh Gusti ahli Nar
adalah ibarat seperti seseorang yang naik gunung, sangat berat jika mau
melakukan ibadah.
Oleh karena itu, Kanjeng Nabi berpesan kepada
umatnya, bahwa setelah sholat dianjurkan untuk bedo’a “Ya muqollibul qulub tsabbit
qolbi ‘ala dinik wa ‘ala tho’atik” dan “Rodhitu billahi robba wabil Islamidina
wabi Muhammadin Nabiyya wa Rasula”
Jika Gusti Allah Ridha, masuk Neraka pun
rasanya tetap dingin. Begitupun sebaliknya, jika masuk Syurga pun rasa tetap
panas.
Walaupun orang tersebut telah di takdir ahli Neraka
sejak zaman azali, akan tetapi jangan lupa bahwa Gusti Allah memiliki sifat
Jaiz. Dan Sifat jaiznya dapat mengalahkan takdirnya sendiri. Oleh karena itu,
bahaya jika kita merasa bisa apa-apa. Apalagi jika sudah ahli dalam bidang
tertentu.
Gusti Allah juga punya prinsip, jika membuat Surga
yang begitu indahnya luar biasa, pasti juga menciptakan penduduknya yang
taat-taat pada perintahnya. Begitupun sebaliknya, jika membuat Neraka-maka
pasti juga meciptakan penduduknya juga yang ahli dalam kemaksiatan.
Gampanya begini, tanda-tanda ahli Syurga ya
tanda-tandanya adalah ahli taat dan jika ahli neraka ya tanda-tandanya adalah ahli
maksiat.
Namun dalam hal ini tidak untuk menjastifikasi
seseorang. Akan tetapi untuk meng-angen-angen dirinya sendiri.
Yang perlu diperhatikan adalah rukum iman yang
nomor enam yaitu iman kepada qodho’ dan qodarnya Gusti Allah.
Dalam Hadist Qudsi, gampangnya begini “jangan
meminta Syurganya Gusti Allah, akan tetapi taatlah hanya karena perintahnya
Gusti Allah. Karena Gusti Allah tidak peduli entah masuk Surga semuanya atau
pun masuk Neraka semuanya.
Karena Gusti Allah mbesok tidak bisa
ditanya, akan tetapi malah menanyai kita satu persatu mbesok. Kenapa kok
malah begini ? Kenapa tidak begini ? Padahal sudah diperintah untuk begini dan
seterusnya.
Maka dari itu, ulama tasawuf dulu tidak pernah
tanya ketika diperintah oleh guruya. Jika disuruh kesana ya kesana, kalo
dusuruh begitu ya begitu. Buktinya ya jadi-jadi seperti yang kita ketahui
sekerang.
Pada intinya, makrifat kepada Gusti Allah itu
adalah bersihnya hati kita. Karena Gusti Allah bertempat di hati yang bersih.
Buktinya kita tidak bisa makrifat kepada Gusti Allah itu ya karena hati kita yang
kotor. Padahal Gusti Allah itu sangat jelas secara dzahir, seperti
terangnya matahari. Karena saking terangnya kita tidak bisa melihatnya.
Alhamdulillahirabbil ‘Alamin..
Komentar
Posting Komentar
Say salam and comments politely