Langsung ke konten utama

Parasit Negeri

Terdengar agak aneh, namun begitulah faktanya. Sebuah hubungan yang hanya memberi kemanfaatan pada salah satu pihak. Pasti sakit dan membekas dalam rintihan kalbu. Dengan gaya bicara yang elok nan eksotis, mimik, gestur yang menarik, ia pandai memikat hati. Itulah nyatanya pada janji-janjinya dulu yang seolah memakmurkan, memberi kemajuan, dan  menuntaskan permasalahan.

Seolah tidak pernah ada habisnya para parasit negeri ini. Tertahan satu, tumbuh dua, tertahan dua tumbuh tiga dan seterusnya. Bermodal iming-iming belaka demi meraup untung dari kekayaan negeri. Padahal negeri ini dahulu kaya, kaya akan sumber daya alamnya. Namun sekarang, satu persatu terkikis habis entah kemana. Kabar-kabarnya, dijual sendiri keluar negeri secara ilegal.

Negeri ini, lambat laun semakin kurus kerontang jika terus dibiarkan kelaparan. Seharusnya, gelar yang disandangnya mempu membuat negeri ini melaju ketingkat kemodernan. Bukan malah sebaliknya, sibuk mengisi perut rumah tangganya. Sejak dulu juga sama, tapi sekarang semakin pandai dari pada generasi sebelumnya. Tingkat kepintarannya pun juga berbeda. Tapi sayang, pintar yang menyalahi penggunaan, khususnya kekuasaan.

Heran saja pada orang-orang yang mau menginvestasikan hak suaranya kepada orang yang bertitel itu. Padahal, hanya diberi uang yang tak seberapa, tapi mampu membeli hak suara yang sebanyak itu. Benar memang kata Hujjatul Islam (Imam Al-Ghazali), manusia adalah budaknya kebaikan. Faktanya dilapangan juga demikian. Penting sebenarnya mengenal kepribadian seseorang, apalagi seorang pemimpin atau pejabat negeri sendiri.

Dulu, saat Gusdur menjabat sebagai Presiden malah dilengserkan. Seoalah Gusdur membahayakan para parasit negeri. Takut kalau mereka satu persatu di basmi. Gusdur itu seorang yang cerdik. Dulu, keluar-masuk negara bukan untuk foya-foya ataupun piknik belaka. Indonesia pada masa itu sedang gencar diserang oleh negara-negara lain. Tapi Gusdur cerdik, ia sebagai pemimpin keluar nagara dahulu, bersilaturrahmi kepada kepala negara yang bersangkutan. Gusdur terkenal dengan humoris tapi humornya tidak pernah dusta. Disinilah letak kecrdikan Gusdur, dengan humornya itu mampu menggelikan lawan bicaranya.

Jurus demi jurus pun dilontarkannya. Sampai-sampai lupa dengan rencana-rencana yang telah dirancang diawal oleh negara itu. Hingga akhirnya Indonesia tetap aman sampai saat ini dan jauh dari peperangan fisik. Mungkin kalau negara-nagara diluar sana hanya memperkuat  kemiliteran negara, atau bahkan siap siaga dikala tiba-tiba ada penyerangan. Tapi semasa Gusdur menjabat tidak hanya itu. Mankanya negara-negara diluar sana hanya memiliki dua pilihan kalah atau menang, kalah jadi abu, menang jadi arang. Jika strategi Gusdur tidak demikian, kalah dan menang bukanlah pilihan. Karena Gusdur tidak menginginkan adanya sebuah  korban, apalagi rakyat sendiri.

Orang yang seperti Gusdur malah dilengserkan, padahal penyelamat bangsa. Tidak heran, lagi-lagi masalah politik. Seolah-olah politik adalah jalan untuk menggapai apa saja dan segalanya. Dengan politik semua kebenaran bisa di jungkir-balikkan. Telah menjadi budaya dan mengakar kedarah daging para parasit itu. Bagaimana tidak, uang yang mereka dapat saja, hasil dari  perbuatan tersebut.

Saat ini, negeri ini sedang mengalami duka. Bencana alam terjadi dibeberapa wilayah dengan dampak yang cukup besar. Bangunan-bangunan rata dengan tanah beserta korban jiwanya. Masyarakat mendirikan tenda-tenda sambil lalu menunggu kebaikan dari orang jauh disana. Khusunya bahan-bahan pokok yang mereka nanti-nantikan. Tapi bangsa ini bangsa yang kuat, bangsa yang dermawan, bangsa yang mau menolong. Gerakan underground pun bermunculan demi menggalang bantun dan sebagai mediator untuk dapat sampai ketangan-tangan mereka yang membutuhkan.

Lantas, apa kabar para parasit negeri? apakah hanya menonton dari layar tv atau hp mereka? Apakah iba mereka tergugah dan menyisihkan sedikit dana untuk disalurkan? Mungkin rasa kemanusiaan mereka masih ada walaupun dengan sembunyi-sembunyi atau bahkan terang-terangan sebagai pencitraan. Semua itu tergantung dari hati, Innamal a’malu binniat.

 

Wallahu a’lam bish-shawab

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ini Kisah Kita

  _ Mungkin hari itu menjadi hari yang lebih indah ketimbang merekahnya mawar menyambut pagi, lebih indah ketimbang lautan saat fajar, dan lebih indah ketimbang langit yang meredup saat senja tiba. Hari itu pula yang akan mengawali kisah panjang kita yang akan ada banyak cerita-cerita yang akan kita tuliskan dilembaran-lembaran kosong; diceritakan pada alam semesta; dan melangitnya doa-doa disepanjang malam. Keyakinan ini menjadi modal utama yang kita pegang demi mengawali cerita ini sampai akhir nanti. _ by: M.H & K.N

Teman Sejati

Pernah suatu ketika saat menyusuri jalanan kota. Batinku bercengkrama dalam suasana keramaian kendara. Terlintas dalam benakku sebab aku mulai menyukai aktifitas baruku. Ya, membaca dan buku adalah kegemaran baruku. Aku berpuitik dalam hati, " Temanku adalah buku; pacarku adalah bacaan; istriku adalah ilmu; dan anak-anakku adalah tulisan-tulisanku". Begitulah kira-kira selarik puitik yang muncul kala itu. Krian, 15 Maret 2022.

Hidup

Hidup ini terlalu singkat. Sesingkat obrolan kita di waktu petang kala itu. Namun, kesingkatan ini telah memberi makna. Bahwa, hidup adalah tentang ingatan-ingatan yang menggenangi sanubari. Ingatan yang tak mudah lekang dibawah teriknya cahaya matahari. Kata orang bijak, jika kalian menyibukkan dengan hal-hal baik. Hari itu yang sebenarnya 24 jam, berganti dengan waktu yang tak selama meminum secangkir kopi di pagi hari yang indah besari. Krian, 8 Maret 2022.