Teologi mana yang tak luput dari seganap hiruk-pikuk serta problema-problema?. Apalagi tentang hal-hal yang sangat mendasar dan sentral. Tak heran lagi, jika berbagai kakacauan muncul darinya. Bukan tentang esensinya, melainkan tafsiran yang berdasar pada emosi semata. Mungkin bukan hanya dalam dunia teologi Islam saja, barang kali dunia Kristiani pun juga atau agama-agama yang lainnya.
Mari kita sekejap menengok beberapa abad yang lalu sekitar abad ke-4. Tepatnya setelah runtuhnya imperium Romawi sampai kurang dari 8 abad kemudian. Menurut historitasnya, rentang itu dianggap sebagai sejarah kelam bangsa Eropa. Mereka menyebutnya The Dark Ages. Sebuah sejarah yang berakar dari Dewan Majelis Gereja Katolik.
Kekacauan itu dimulai sejak konsili Nicea yaitu voting pengangkatan Yesus sebagai Tuhan karena aspek-aspek ketuhanannya (F. Ashidqi, 2014: 218). Ditambah lagi, teks Perjanjian Lama maupun Baru mulai kehilangaan ke otentikannya.
Sekarang beralih ke channel Dunia teologi Islam. Pada abad ke-1 Hijriah mucullah aliran teologi yang berperan sebagai penangguhan menurut asal kata kelompok mereka “Murji’ah”. Lahir sebagai sentesa atas Syi’ah dan Khawarij tentang pelaku dosa besar. Karena Syi’ah dinilai terlalu longgar dalam menerima takwil ayat, sementara Khawarij terlalu ekstrim dalam memaknai ayat.
Seiring berjalannya waktu, Murji’ah yang awalnya sebagai kalimah as-sawa’, berfungsi sebagai penangguhan dan pengharapan kepada pelaku dosa besar untuk memperoleh pengampunan dan rahmat-Nya. lambat laun, pada generasi-generasi berikutnya terpecah belah kedalam beberapa kelompok, ada yang beraliran moderat , ada pula beraliran ekstrim. Aliran ektrim inilah yang keluar dari koridor konsep awal.
Konon katanya, para pengamat sulit memprediksi berapa jumlah sekte yang sebenarnya dalam tubuh Murji’ah. Secara garis besar, Harun Nasution membaginya kedalam dua golongan besar yakni ekstrim dan moderat (Syandri, 2017: 57). Salah satu tokoh Murjia’ah itu adalah Yunus Ibn ‘Aun an-Numairi. Salah satu tokoh yang mempelopori sekte Yunusiyah, karena bisa dilihat dari nama yang dinisbatkan kepadanya.
Ia berpendapat, bahwa iman seseorang tidak akan pernah rusak, walaupun melakukan perbuatan maksiat, asalkan memiliki unsur-unsur keimanan seperti mengenal Tuhan, tunduk kepada-Nya, tidak takabur dan cinta. Menurutnya, ketundukan dan rasa cinta yang menjadi sebab tidak rusaknya iman, walaupun berbuat maksiat. Sementara yang disebut sebagai kafir adalah mereka yang memiliki sifat takabur. Dengan pandangan-pandangan seperti inilah letak ekstrim mereka dalam memaknai iman.
Jika iman menurut mereka adalah rasa cinta dan ketundukan dan perbuatan maksiat tidak akan pernah merusak iman. Maka ini dapat dikatakan sebagai sebuah pandangan yang membingungkan. Disatu sisi memaknai iman sebagai rasa cinta dan ketundukan, namun disisi lain malah perbuatan maksiat sekalipun tidak akan pernah merusak sebuah keimanan. Lantas untuk apa Tuhan menyeru untuk tidak melakukan dosa maksiat?.
Pada dasarnya, memanglah pemikiran seperti ini lahir dari sebuah peristiwa yang melatarbelakanginya. Yang pada awalnya, Murjia’ah bertujuan untuk menangguhkaan terhadap pelaku dosa besar seperti yang telah disinggung-singgung oleh aliran Khawarij. Bahwa Khawarij telah mendakwa bagi mereka yang menerima peristiwa tahkim (arbitrase) adalah telah melakukan dosa besar dan dinyatakan sebagai kafir, keluar dari agama Islam. Oleh sebab itu muncullah Murji’ah sebagai malaikat untuk menangguhkan hati mereka dengan rasa iman yang telah mereka miliki sebelumnya.
Namun, Yunusiah termasuk golongan Murji’ah yang cukup ekstrim. Memaknai sebuah keimanan hanya berdasarkan hati yang pada mulanya iman. Padahal sebanarnya dalam ajaran Islam yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad SAW adalah iman harus dibawa sampai mati. Dan perbuatan-perbuatan yang menyebabkan rusaknya dan bahkan hilangnya sebuah keimanan adalah perbuatan maksiat itu sendiri.
Islam juga mengajarkan bahwa setiap orang muslim memiliki kesempatan untuk bertaubat selama ajal belum menjemputnya. Bahkan, sekalipun tinggal beberapa detik sebelum nyawa keluar dan mau bertaubat. Maka Allah SWT tetap menerima taubatnya, asalkan masih menggengam rasa iman dan Islam disaat-saat terakhirnya. Karena, Dialah yang Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang bagi hamba-hambanya.
Ada sebuah cerita dalam hadist Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari “Telah diampuni seseorang perempuan pezina yang lewat didepan anjing yang menjulurkan lidahnya pada sebuah sumur. Dia berkata, “Anjing ini hampir mati karena kehausan.” Lalu, dilepaslah sepatu perempuan itu, diikatnya dengan kerudungnya (menimba air kedalam sumur) lalu diberinya anjing itu minum. Maka diampunilah perempuan itu itu karena telah memberi minum.” (HR. Bukhari).
Dari hadist tersebut terkandung kalam hikmah bahwa seorang pezina sekalipun dapat diampuni karena keikhlasannya memberi minum kepada seekor anjing yang hampir mati. Padahal jelas-jelas sebenarnya talah dilarang oleh syari’at bahwa zina merupakan dosa yang besar. Sekali lagi, masalah urusan hati, dosa, pengampuan, ataupun persoalan masuk surga dan neraka cukuplah Allah SWT yang tau. Karena Dialah yang Maha Mengetahui dan keputusan-keputusan itu adalah hak prerogatif-Nya sebagi Tuhan seluruh alam.
Bukankah ini merupakan suatu hal yang sangat luar biasa?. Agama mana yang memiliki pengajaran seperti ini atau lebih baik dari ini?. Islam hanya ingin mengatakan, bahwa inilah ruh Islam. Islam yang membawa kebaikan. Islam yang membawa keselamatan bagi siapa saja yang memeluk, mendakapnya dengan rasa iman dan cintanya yang tertanam.
Islam bukanlah agama yang intoleransi. Islam bukanlah agama teroris. Islam bukanlah seperti agama-agama lain yang menjadikan sengsara bagi pemeluknya seperti abad pertengahan dulu yang menjadikan bangsa eropa mengalami trauma yang mendalam atas agama. Seharusnya mereka banyak belajar dengan Islam. Bukannya malah sentimen terhadap Islam. Orang yang mengaku-ngaku Islam tapi bertindak brutal, itu bukanlah ruh Islam, tapi jasadnya saja. Dan jasad tidak akan membawanya kealam akhirat. Jasad hanya akan berhenti pada dunia dan hancur bersamanya.
Dan terkahir, terkait masalah takabur yang di anggap oleh kelompok Yunusiah sebagai dosa yang paling besar dan menyebabkan seseorang menjadi kafir. Pandangan ini sebenarnya berdasar atas sifat Iblis yang takabur, yang tidak mau bersujud kepada Nabi Adam as. Padahal Allah sendiri yang memerintahkan dan semua malaikat bersujud kecuali Iblis. Iblis menganggap dirinya lebih mulia dari pada Nabi Adam as, karena ia tercipta dari Api, sedangkan Adam (manusia) tercipta dari tanah yang tingkatannya lebih rendah dari api.
Atas dasar inilah mereka berargumen demikian. Padahal sesungguhnya dosa takabur ialah dosa yang tidak besar, bahkan Allah SWT menyukai seseorang yang sombong ketika menghadapi musuh di medan perang melawan orang-orang kafir. Seperti golongan para Sahabat yang ikut beperang bersama Nabi dalam sejarah-sejarah perangnya dulu.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Komentar
Posting Komentar
Say salam and comments politely