Langsung ke konten utama

Menerapkan Budaya Sekularisme Dalam Kehidupan Beragama

Diambil dari: Pinterest

Sejarah kelam di Benua Eropa telah menghantarkan masyarakatnya kepada traumatis yang begitu mendalam. Hingga pada akhirnya tibalah sebuah era, dimana pintu-pintu kebebasan mulai sedikit terbuka. Padahal telah kurang dari 800 tahun telah terkunci rapat-rapat didalamnya berserta para penguasa gereja yang adikuasa. Saat-saat itulah yang disebut dengan Renaissance.

Begitu pula dalam konteks kehidupan beragama, urusan agama biarlah diurus oleh para ahli agama dan urusan kenegaraan biarlah di urus oleh para ahli kenegaraan. Maka dari itu tercipta sebuah harmoni yang dapat dirasakan bersama, asal tidak saling menegasikan satu dengan yang lainnya.

Sementara pada zaman sekarang, sekularisasi telah menjadi problem yang aktual, serta mempunyai hubungan yang erat dalam kehidupan beragama, khususnya umat Islam. Dalam dunia Barat, sebagaimana yang diucapkan oleh Berger dan Smith ataupun para ahli pikir lainnya, bahwa sekularisasi merupakan suatu fenomena universal yang tidak dapat dielakkan.

Dengan kata lain, merupakan suatu fenomena zaman, dimana terjadi dalam kehidupan manusia yang mencakup segala bidang didalamnya, baik ekonomi, sosial, politik maupun kebudayaan. Dan yang paling utama dari semua itu adalah juga menyangkut ilmu pengetahuan. Namun menurut para ahli pikir di Timur adalah sebaliknya, akan tetapi pada kenyataan sekularisasi juga telah merasuki kehidupan masyarakat Muslim.

Jika menengok ke Negara Turki, maka akan di perlihatkan sebuah fenomena dimana sebuah negara yang dahulunya pernah menjadi pemimpin dunia Islam pada masa lampau dan menjadi sebuah negara yang mayoritas penduduknya adalah Muslim dapat berganti dari kasultanan menjadi republik atau sebuah negara sekuler setelah Kemal Atatturk menyatakannya pada tahun 1923. Sebuah negara yang dahulunya pernah menjadi tonggak Islam selama 700 tahun, adalah bukan sebuah fenomena yang biasa-biasa saja.

Mulai abad ke tiga belasa hingga rubuhnya Kekhalifahan Utsmani pada awal abad ke duapuluh, bukan lah masa yang singkat. Akan tetapi sebuah negara yang begitu kuat pada masa keemasannya akhirnya tak terpedaya oleh zaman yang terus bergerak maju dan menampilkan berbagai tantangan-tantang kehidupan baik dari aspek sosial, budaya, politik ataupun ilmu pengatahuan itu sendiri.

Dalam kehidupan beragama, baik Islam, Kristen, Yahudi dan agama-agama lainnya. Pengertian Sekular janganlah dimaknai secara tekstual  ataupun dalam konsep ideologi Barat. Memang, pada istilah umumnya sekular dianggap sebagai pemisah antara agama dan negara. sebuah konsep yang memberi jurang pemisah antara agama dan negara dalam suatu kedaulatan.

Padahal sebenarnya, sekuler memilki makna yang tersirat didalamnya bahwa istilah ini bisa dikatakan sebagai “biarlah urusan keagamaan diurusi oleh mereka yang ahli dibidang agama dan biarlah urusan kenegaraan dan kepemerintahan di urusi oleh mereka yang ahli dibidang itu.” Jadi secara tidak langsung istilah sekular mengandung arti yang dalam.

Jika saja orang-orang yang tidak ahli dalam urusan kenegaraan disuruh untuk mengurusi kenegaraan atau pemerintahan, ataupun sebaliknya. Pasti akan menimbulkan berbagai problem karena tidak becus dalam bidang tersebut. Hal ini juga terkait dengan masalah dzolim, yang mana tidak menempatkan sesuatau tidak pada tempatnya.

Oleh karena itulah perlunya mengetahui sebuah istilah baik yang tersurat maupun yang tersirat. Istilah sekuler tidaklah semata-mata westernisasi atau kebarat-baratat ataupun hanya miliki dunia Barat. Akan tetapi bahasa atau istilah atau kata sekular adalah milik bersama, universal.

Jika dikaji secara kandungan makna, erat sebenarnya berhubungan dengan desakralisasi, karena keduanya mengandung maksud "pembebasan". Yaitu pembebasan segala urusan dari sesuatu yang disakralkan. Dengan demikian, kedua istilah ini dapat diartikan dengan proses menghilangkan pengaruh kesakralan terhadap segala sesuatu yang selain Allah.

Desakralisasi dalam Islam, adalah upaya untuk membebaskan manusia dari keinginan yang bersifat duniawi. Islam mengandung arti penyerahan diri secara total kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehingga tidak boleh ada sesuatu yang lain yang disakralkan selain Tuhan. Islamisasi merupakan proses evolusi manusia dari Jahiliyah, menuju kepada kesempurnaan keimanan. Islam membebaskan alam semesta dan semua ciptaan-Nya dari hal-hal yang bersifat sakral.                     

Wallahu a’lam bishawab.

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ini Kisah Kita

  _ Mungkin hari itu menjadi hari yang lebih indah ketimbang merekahnya mawar menyambut pagi, lebih indah ketimbang lautan saat fajar, dan lebih indah ketimbang langit yang meredup saat senja tiba. Hari itu pula yang akan mengawali kisah panjang kita yang akan ada banyak cerita-cerita yang akan kita tuliskan dilembaran-lembaran kosong; diceritakan pada alam semesta; dan melangitnya doa-doa disepanjang malam. Keyakinan ini menjadi modal utama yang kita pegang demi mengawali cerita ini sampai akhir nanti. _ by: M.H & K.N

Teman Sejati

Pernah suatu ketika saat menyusuri jalanan kota. Batinku bercengkrama dalam suasana keramaian kendara. Terlintas dalam benakku sebab aku mulai menyukai aktifitas baruku. Ya, membaca dan buku adalah kegemaran baruku. Aku berpuitik dalam hati, " Temanku adalah buku; pacarku adalah bacaan; istriku adalah ilmu; dan anak-anakku adalah tulisan-tulisanku". Begitulah kira-kira selarik puitik yang muncul kala itu. Krian, 15 Maret 2022.

Hidup

Hidup ini terlalu singkat. Sesingkat obrolan kita di waktu petang kala itu. Namun, kesingkatan ini telah memberi makna. Bahwa, hidup adalah tentang ingatan-ingatan yang menggenangi sanubari. Ingatan yang tak mudah lekang dibawah teriknya cahaya matahari. Kata orang bijak, jika kalian menyibukkan dengan hal-hal baik. Hari itu yang sebenarnya 24 jam, berganti dengan waktu yang tak selama meminum secangkir kopi di pagi hari yang indah besari. Krian, 8 Maret 2022.