![]() |
| Diambil dari: Pinterest |
Awan hitam di hati yang sedang gelisah
Daun-daun berguguran
Satu jatuh ke pangkuan
Ku tenggalam sudah ke dalam dekapan
Semusim yang lalu
Sebelum ku mencapai
Langkahku yang jauh
Kini semua bukan milikku
Musim itu telah berlalu
Matahari segera berganti
Gelisah kumenanti tetes embun pagi
Tak kuasa ku memandang datangmu matahari
Badai pasti berlalu
Badai pasti berlalu
Badai pasti berlalu
Badai pasti berlalu
~ Chrisye dan Berlian Hutauruk
Sebuah single lagu yang hit pada
zamannya. Dan kini masih terasa betapa hangatnya tuturan nasihat yang dibawa
oleh nya. Sebuah lirik yang menggambarkan kekuatan mental dan jiwa dalam
terpaan ujian-ujian dalam kehidupan. Dan seolah-olah seperti lagu hit sepanjang
masa dalam sejarah kemanusiaan.
Dari segala aspek kehidupan manusia, baik dari
perekonomian, rumah tangga, pendidikan, kebudayaan, kesosialan dan sebagainya, tak pernah lepas dari segala deburan
masalah-masalah yang rumit yang harus segera diselesaikan. Bukan untuk sekelompok
orang, tetapi khusus pada individu-individu. Bagaimana rasa yang kalut; berkecamuk dalam
benak dan pikiran. Sungguh, terkadang sangat memusingkan dan rasanya ingin
selalu menggaruk-garuk kepala belakang. Tentang bagaimana harus mengatur waktu;
mengatur nafas; mengatur pekerjaan; mengatur organisasi dan mengatur pikiran
kita sendiri.
Semua harus diatur secara terperinci agar tak
ada yang menjadi korban dikala tugas-tugas melanda. Ada deadline yang
harus kita tepati dalam jadwal-jadwal tugas perkuliahan, sekolah, ataupun tanggungan
pekerjaan. Deadline seakan-akan mengejar dan menghantui dikala tidur
terlelap. Sudah biasa, tidur jam dini hari bahkan mengahabiskan waktu malam
bersama tanggungan-tanggungan.
Tapi ingat, badai pasti berlalu. Semua akan sama
seperti badai-badai dulu yang pernah kita lewati selama kita bertahan. Semua akan
baik-baik saja, bertahanlah. Jangan sampai meremehkan diri sendiri, kita kuat. Sama
seperti level yang dulu, bedanya agak sedikit lebih rumit. Karna kita semakin
kuat. Tidak logis rasanya jika kita semakin kuat, tapi level persoalannya
biasa-biasa saja. Ah, tidak menantang (gumamku).
Padahal Itu hanya masalah deadline dunia. Belum
lagi masalah deadline nyawa kita, yang tak tau kapan berakhir. Jangan-jangan
besok atau lusa. Apa sudah yakin telah menjalankan tugas dengan baik. Apa yakin
tugas kita sebagai hamba sudah terpenuhi. Atau jangan-jangan banyak catatan
merah tentang tugas kita dalam sehari yang harus disetor lima kali. Atau selalu
ada tugas yang missed.
Sama seperti kutipan lagu diatas yang
mengingatkan kita pada semusim lalu sebelum jauh melangkah. Semusim yang
berarti dunia dan melangkah setelah kematian seseorang; daun bergurguuan; jatuh
kepangkuan dan tenggelam dalam dekapan. Sebuah gelisah yang menanti-nanti hari
perhitungan amal, apakah lebih banyak baiknya atau malah sebaliknya. Kita tidak
akan tahu sebelum hari itu terjadi.
Ketidaksadaranlah yang sering membuat kita
lupa pada ilmu yang telah diajarkan. Bukan berarti tidak sadar dalam arti
pingsan. Akan tetapi tidak sadar telah melakukan perbuatan yang tidak
seharusnya. Inilah yang sering kita abaikan dalam berinteraksi kepada apapun
dan siapapun. Agak sulit memang menciptakan jiwa yang berkesadaran jika tidak
latihan dari hal-hal yang kecil dan sepele.
Jadi manusia yang apik adalah selalu
memperhatikan gerak-geri perilaku. Selalu intropeksi diri dan bertafkkur atas
apa yang telah berlalu. Dengan demikian sedikit demi sedikit akan membuahkan
jiwa yang berkesadaran. Suri tauladan adalah Nabi kita, Nabi Muhammad SAW. yang
merupakan seorang manusia yang telah mencapai derajat insan kamil.
Wallahu a’lam bishawab

Komentar
Posting Komentar
Say salam and comments politely